Beberapa hari terakhir, diskursus di media sosial banyak diisi dengan isu kembali maraknya praktik illegal fishing di perairan Indonesia. Hal ini tentu saja menjadi atensi publik karena kita memang punya sejarah panjang dan berbagai memori dalam upaya memberantas illegal fishing. Namun jika kemudian muncul pertanyaan yang seolah meragukan, apakah kita sedang berhenti dalam perang melawan dan memberantas praktik illegal fishing di laut Indonesia? Saya rasa kita semua sepakat jawabannya ‘TIDAK’.
Ada sejumlah parameter yang secara konsisten mengindikasikan upaya dan langkah serius yang terus dilakukan oleh pemerintah dalam memberantas illegal fishing di Indonesia. Tulisan ini mengulas upaya pemberantasan illegal fishing yang telah dilakukan pada aspek kebijakan operasional dari hulu hingga hilir, langkah penguatan pengawasan, transformasi tata kelola perikanan, serta penguatan kerja sama sebagai bagian dari ikhtiar memberantas praktik illegal fishing di laut Indonesia.
Apakah yang dimaksud dengan illegal fishing? Merujuk pada definisi yang diterbitkan oleh Food and Agriculture Organisation (FAO), ada tiga kriteria praktik illegal fishing yang salah satunya menyebut ‘illegal fishing conducted by national or foreign vessels in waters under the jurisdiction of a State, without the permission of that State, or in contravention of its laws and regulations’.
Definisi tersebut menjelaskan dimensi illegal fishing yang bukan hanya oleh kapal asing saja, tetapi juga dapat dilakukan oleh kapal dalam negeri suatu negara. Pemahaman dasar ini penting agar kita bisa secara fair melihat permasalahan illegal fishing yang terjadi di Indonesia dan menilai secara objektif langkah-langkah yang sudah dilakukan dalam memberantas praktik illegal fishing.
Pertama, hasil operasi kapal pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan yang berhasil menangkap dan memproses hukum 558 pelaku illegal fishing selama periode 2019 sampai dengan Agustus 2023. Dari jumlah tersebut, sebanyak 196 merupakan kapal ikan berbendera asing yaitu 76 kapal ikan asal Malaysia, 78 kapal ikan asal Vietnam, 40 kapal ikan asal Filipina, 1 kapal ikan asal Panama, dan 1 kapal ikan asal Taiwan. Sedangkan 362 kapal ikan merupakan kapal ikan Indonesia (KKP, 2023).
umlah ini belum ditambah dengan kapal ikan pelaku illegal fishing yang ditangkap oleh aparat TNI AL, POLRI, dan BAKAMLA yang juga memiliki kewenangan pengawasan dan penegakan hukum di laut. Apa hal yang bisa dibaca masyarakat dari data tersebut?
Dalam konteks kebijakan operasional pemberantasan illegal fishing, posisi pemerintah sangat jelas. Tidak ada ruang bagi para pelaku illegal fishing, baik yang dilakukan oleh kapal ikan asing maupun kapal ikan Indonesia. Inilah positioning pemerintah dalam pemberantasan illegal fishing.
Kedua, keseriusan untuk menghadang laju produk perikanan illegal agar tidak masuk ke pasar dalam negeri. Hal yang menunjukkan bahwa upaya memberantas illegal fishing tidak hanya berhenti di laut, namun yang tidak kalah penting juga mencegah produk-produk tersebut masuk ke pasar Indonesia, mengganggu stabilitas harga, dan merugikan nelayan.
Tindakan tegas pemerintah tersebut terlihat dari sejumlah upaya di antaranya penyitaan 4,748 ton ikan impor ilegal asal China dan Malaysia di Batam, Kepulauan Riau pada Mei 2022 (tvonenews.com), 11,3 ton ikan impor ilegal di Sumatera Selatan pada Mei (Agrofarm.co.id), serta 20 ton ikan impor ilegal di Kota Batam pada Juni 2023 (Liputan6.com).
Apabila produk-produk tersebut dibiarkan beredar di pasar dengan harga jual yang lebih murah, tentu bisa dibayangkan kerugian yang akan terjadi pada nelayan Indonesia. Belum lagi aspek kesehatan dan keamanan produk perikanan tersebut yang belum terjamin serta ketertelusuran (traceability) produk perikanan.
Dalam aspek ini, pemerintah menyadari bahwa konsepsi pengawasan dan pemberantasan illegal fishing harus dilaksanakan secara terintegrasi pada saat sebelum kapal menangkap ikan (before fishing), pada saat melakukan penangkapan ikan (while fishing), ketika hasil tangkapan didaratkan (during landing), serta pada saat hasil tangkapan didistribusikan (post landing).
Ketiga, langkah penguatan pengawasan terus dilakukan melalui penguatan infrastruktur, sarana, dan sistem pengawasan. Pada September 2022, KKP meluncurkan Command Center yang mengadopsi teknologi mutakhir untuk mendukung pelaksanaan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan secara efektif dan efisien.
Command Center ini memiliki tiga fitur utama, yaitu fitur monitoring yang memantau sebaran dan pergerakan kapal perikanan di seluruh perairan Indonesia, fitur dashboard yang menyajikan informasi indikator utama sektor kelautan dan perikanan Indonesia, serta fitur alert dengan fungsi mendeteksi setiap dugaan pelanggaran.
Pendekatan teknologi tentu sangat diperlukan mengingat luasnya wilayah laut Indonesia yang tidak berbanding lurus dengan jumlah armada kapal pengawas yang dimiliki dan hari operasi kapal pengawas perikanan yang terbatas oleh anggaran. Penguatan teknologi yang dipadukan dengan airborne surveillance (pesawat pemantau) merupakan langkah penting modernisasi operasional pengawasan yang tidak lagi ‘menggergaji laut’, tetapi melakukan ‘intercept’ terhadap para pelaku illegal fishing. Effective low cost surveillance adalah tujuan dari modernisasi operasional pengawasan tersebut.
Tak berhenti di pengembangan teknologi, pada Juni 2023 pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga menambah lagi satu armada baru Kapal Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan yang diberi nama Orca 05.
Kapal hibah dari Pemerintah Jepang ini memiliki panjang 63,37 meter dan panjang 10 meter tersebut memiliki jarak tempuh sampai dengan 5000 mil laut atau mampu bertahan hingga 25 hari di laut. KKP juga masih akan kedatangan satu kapal hibah lagi asal Jepang di tahun ini untuk memperkuat pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan.
Hal ini secara jelas tentu memberikan sinyalemen positif bahwa pemerintah tidak berpaku tangan melihat keterbatasan penganggaran untuk pengawasan. Opsi penguatan pengawasan yang bersumber dari Non-APBN juga ditempuh agar pelaksanaan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan dapat terus ditingkatkan.
Selain itu, KKP juga terus memperkuat keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan sebagaimana yang telah diamanatkan Undang-Undang Perikanan. Saat ini ada 1.335 Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) di seluruh Indonesia yang secara aktif membantu pemerintah sebagai mata dan telinga pengawasan.
Mengapa masyarakat harus dilibatkan dalam pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan? Karena mereka lah yang sehari-hari hadir di laut, melihat secara langsung praktik penangkapan secara ilegal serta pelanggaran lainnya di bidang perikanan.
Ada banyak success story pengungkapan kasus-kasus illegal fishing maupun tindak pidana kelautan dan perikanan lainnya yang diawali dengan keterlibatan POKMASWAS yang secara aktif memberikan informasi dan mengawal proses penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat pemerintah. Hadirnya masyarakat dalam pengawasan juga memberikan pesan penting bahwa semua elemen bangsa memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelestarian dan kedaulatan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan.
Keempat, lahirnya kebijakan ekonomi biru yang mendorong transformasi tata kelola perikanan tangkap melalui penangkapan ikan terukur sebagai upaya pembenahan secara komprehensif. Hal ini perlu dilakukan mengingat praktik penangkapan yang tidak sesuai dengan ketentuan bukan hanya dilakukan oleh kapal ikan asing, tetapi juga dilakukan oleh kapal ikan Indonesia.
Dalam perspektif tata kelola, keduanya sama-sama punya implikasi negatif terhadap sumber daya perikanan. Permasalahan inilah yang coba diselesaikan dengan kebijakan transformasi perikanan tangkap melalui penangkapan ikan terukur.
Penerapan kuota penangkapan ikan, pengaturan zona dan daerah penangkapan ikan, pengaturan daerah penangkapan ikan terbatas, pengetatan skema pendaratan ikan di Pelabuhan Pangkalan, dan Pungutan Hasil Perikanan Pasca Produksi merupakan rangkaian instrumen yang muaranya adalah menjaga carrying capacity sumber daya perikanan dan lingkungannya agar tidak mengalami overfishing.
Kelima, penguatan pendekatan kerja sama antar instansi penegak hukum dan pemerintah daerah dalam memberantas praktik illegal fishing. Dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki masing-masing K/L yang memiliki kewenangan untuk pengawasan dan penegakan hukum di laut, ada langkah kolaboratif yang dilakukan oleh masing-masing K/L.
Hal ini tentu sangat positif dalam upaya mengintegrasikan langkah pemberantasan illegal fishing yang dilakukan pemerintah. Salah satu pendekatan kolaborasi tersebut dilakukan melalui adanya kesepakatan bersama tiga instansi yaitu TNI AL, KKP, dan POLRI dalam pelaksanaan pengawasan dan penegakan hukum di laut.
Selain melalui kerja sama di level nasional, KKP juga terus menggalang komitmen antar bangsa dalam memberantas illegal fishing melalui pendekatan kerja sama bilateral dan multilateral. Upaya ini penting ditempuh karena illegal fishing ini bersifat transnasional.
Kita tentu tidak menampik bahwa ada banyak persoalan illegal fishing yang masih dan terus terjadi di sejumlah wilayah perairan Indonesia. Tapi secara obyektif kita juga harus mengakui bahwa ada upaya serius yang telah dan terus dilakukan oleh pemerintah dalam upaya memerangi praktik illegal fishing di laut Indonesia.
Selain melalui langkah-langkah operasional pengawasan dan penegakan hukum, pemerintah juga melakukan upaya perbaikan tata kelola kelola secara menyeluruh. Serta menggalang komitmen bersama memberantas illegal fishing pada level nasional, regional, dan internasional.
Penulis :
Didik AS
Analisis Senior Pusat Kajian dan Pemberdayaan Sumber Daya KP (Pusaran)
Artikel ini juga dimuat di DetikNews.com